PAREPARE, DP3A– Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam (FAKSHI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare menggelar dialog UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Pelataran Gedung, pada Senin, 23 Mei 2022 malam.

Kegiatan tersebut diselenggarakan merujuk UU TPKS baru-baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) RI pada 12 April lalu.

Ketua Fakshi SEMA IAIN Parepare, Muh Rasyid Mudir mengatakan kegiatan tersebut untuk menambah pemahaman mahasiswa tentang UU TPKS, sehingga mencegah adanya kekerasan seksual.

“Kegiatan mengarah ke penjelasan terkait UU TPKS sehingga teman-teman dapat mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual.  Kalaupun telah  ada yang menjadi korban dapat melaporkan ke pihak yang berwajib, makanya perlu ada nya dialog UU nomor TPKS,” jelasnya.

Pemateri  pada kegiatan diantaranya Kepala Bidang Kesetaraan Gender, Sriyanti Ambar, Dosen IAIN Parepare Iin Mutmainna, dan Indah Fitri Sukri. Mereka membawa materi dari berbagai sudut pandang.

Seperti halnya Sriyanti Ambar yang membahas UU TPKS pada dalam aspek kesetaraan gender dan kesehatan gender.

Ia menerangkan di UU TPKS nomor 12 tahun 2022 pada bab II pasal 4 ayat 1 dan ayat 2 meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan komtrasepsi, pemaksaan strealisasi, pemaksaan seksual, ekploitas seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual pada elektronik.

Diterangkan apabila terjadi kekerasan seksual maka akan menyerang dampak psikis yang dialami korban.

“Gejalanya jangka pendek strees, gejala strees pasca trauma seperti korban mengalami kehilangan daya pikir, histeris, diam gelisah dan panik. Gejala jangka panjang  sang klrban akan mengalami trauma seksul, konsep diri buruk, merasa bersalaj, dan gangguan seksual,” tuturnya.

Tidak hanya itu, adanya kejahatan seksual akan memgakibatkan masalah kesehatan dan psikolog. Dimana katanya mereka akan mengalamk gangghan mental seperti depresu, malu, traum, merasa tidak berguna pada dirinya.

Mereka yang menjadi korban akan bermasalah pada tingkah laku dan berfikir untuk mengakhiri hidup. Mengalami gangguan pada reproduksi sang korban.

Sehingga adanya UU TPKS menjadi payung hukum kepada sang korban untuk dilindungi.

“Untuk pengaduan di kampus, harus memahami sistem dan alur. Yakni melindungi udentitas lelapor, budayakan bahasa yang tidaj melecehkan, tidak melakukan gurauan yg merendahkan orang lain,serta tetap membentengi diri dengan iman ” tandasnya.
(*)